10 perkara ancaman terhadap pers dalam dunia

10 perkara ancaman terhadap pers pada planet
banner 468x60

Ibukota – Kebebasan pers adalah pilar penting demokrasi serta hak asasi manusia yang digunakan bukan sanggup dipandang sebelah mata. Pers berperan sebagai penjaga nilai-nilai kebenaran, penyampai informasi untuk masyarakat, lalu pengontrol kekuasaan agar terus berada di koridor yang mana semestinya.

Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa perjuangan untuk mempertahankan kebebasan pers masih penuh dengan tantangan lalu ancaman serius. Para jurnalis kerap bermetamorfosis menjadi penderita penindasan, intimidasi, hingga kekerasan fisik belaka akibat berani menyuarakan fakta yang dimaksud dianggap mengganggu kepentingan kelompok berkuasa.

Read More
banner 300x250

Pemerintah yang digunakan otoriter kerap kali membungkam kata-kata kritis pers dengan dalih menyimpan stabilitas negara. Hal ini mencerminkan adanya penyalahgunaan kekuasaan yang tersebut menodai nilai-nilai demokrasi.

Namun, di berubah-ubah belahan dunia, para jurnalis masih menghadapi ancaman kritis pada menjalankan tugasnya untuk menyampaikan kebenaran untuk publik. Berikut adalah sepuluhan tindakan hukum ancaman terhadap pers di dunia yang mana menunjukkan bahwa perjuangan untuk kebebasan pers masih panjang.

1. Ahmet Altan (Turki)

Ahmet Altan, manusia jurnalis senior Turki berusia 70 tahun, sudah pernah tambahan dari 1.500 hari mendekam di penjara. Altan, mantan pemimpin redaksi surat kabar Taraf yang telah ditutup, ditangkap sejak September 2016. Pada tahun 2018, pengadilan menghukumnya penjara seumur hidup yang tersebut kemudian diubah bermetamorfosis menjadi 10,5 tahun pada 2019. Ia dituduh “membantu organisasi teroris tanpa menjadi anggota” terkait dengan percobaan kudeta yang gagal pada tahun 2016.

2. Mahmoud Hussein Gomaa (Mesir)

Mahmoud Hussein Gomaa sudah pernah menjalani masa pemidanaan selama sembilan tahun sejak 2016. Gomaa, jurnalis Al-Jazeera, dituduh menyebarkan kekacauan melalui materi dokumenter tentang wajib militer pada Mesir. Meski dijadwalkan bebas bersyarat pada pertengahan 2019, penahanannya terus diperpanjang dengan tuduhan baru.

3. Mohammad Mosaed (Iran)

Mohammad Mosaed, manusia jurnalis lepas Iran, dijatuhi hukuman hampir lima tahun penjara oleh sebab itu kritiknya terhadap pemerintah di penanganan pandemi Covid-19. Ia dituduh melakukan “kolusi berhadapan dengan keamanan nasional” dan juga “menyebarkan propaganda berhadapan dengan sistem.” Selain itu, ia juga dilarang melakukan aktivitas jurnalistik lalu menggunakan perangkat komunikasi selama dua tahun.

4. Solafa Magdy (Mesir)

Solafa Magdy, manusia jurnalis lepas, mengalami pengabaian medis serta situasi penjara yang mana bukan manusiawi selama masa pemidanaan praperadilannya. Ia ditahan sejak November 2019 lantaran meliput isu imigrasi lalu hak asasi manusia di Kairo.

5. Zhang Zhan (Tiongkok)

Zhang Zhan, jurnalis independen yang digunakan melaporkan situasi penyebaran virus Corona dalam Wuhan, dipenjara dengan tuduhan “memicu pertengkaran lalu memprovokasi masalah.” Zhang akhirnya melakukan mogok makan selama enam bulan sebagai bentuk menentang terhadap penahanannya.

6. Wan Noor Hayati Wan Alias (Malaysia)

Wan Noor Hayati menghadapi dakwaan hukum sebab tiga unggahan Facebook terkait pandemi Covid-19 yang mana dianggap “menyebabkan ketakutan publik.” Ia diancam hukuman dua tahun penjara untuk setiap unggahannya serta kesulitan mendapatkan pekerjaan sebagai jurnalis lepas.

7. Hopewell Chin’ono (Zimbabwe)

Hopewell Chin’ono ditangkap akibat melaporkan dugaan korupsi pengadaan wabah Covid-19 ke Kementerian Aspek Kesehatan Zimbabwe. Setelah dibebaskan dengan jaminan, ia kembali ditangkap dengan tuduhan “menghalangi keadilan” sebab tweet-nya.

8. Bárbara Barbosa (Brasil)

Barbosa mengalami ancaman ketika meliput pelanggaran aturan lockdown dalam Florianópolis. Selain itu, ada laporan bahwa kantor wali kota Rio de Janeiro membayar pegawai untuk memantau kemudian menghalangi kerja jurnalis.

9. Aleksandr Pichugin (Rusia)

Aleksandr Pichugin didenda $3.920 setelahnya dianggap menyebarkan informasi palsu terkait penanganan pandemi Covid-19 oleh Gereja Ortodoks Rusia. Ia sempat ditahan selama satu di malam hari juga perangkat elektroniknya disita selama sebulan.

10. Gautam Navlakha (India)

Gautam Navlakha, aktivis HAM serta kolumnis, dituduh memiliki hubungan dengan militan Maois serta terlibat di konspirasi pembunuhan Pertama Menteri Narendra Modi.

Demi kebebasan kemudian kebenaran

Kasus-kasus ini berubah menjadi pengingat kuat bahwa kebebasan pers bukanlah sesuatu yang dimaksud dapat diabaikan atau dianggap sepele. Di balik setiap berita yang tersebut beredar, ada keberanian para jurnalis yang rela mengambil risiko besar untuk menyampaikan fakta untuk publik.

Di Indonesi sendiri, kebebasan pers telah terjadi dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, namun pada kenyataannya tantangan tetap ada, baik di bentuk tekanan politik, intimidasi, maupun ancaman fisik.

Semoga negara-negara ke globus semakin menyadari pentingnya melindungi jurnalis sebagai pilar demokrasi yang dimaksud melindungi keseimbangan kekuasaan. Tidak ada lagi ruang bagi pembungkaman pengumuman kritis atau penindasan terhadap mereka yang mana berjuang demi kebenaran. Jurnalisme sejatinya adalah simbol kejujuran lalu keberanian yang digunakan seharusnya dihormati, bukanlah diberangus.

Atas nama kebebasan, berhadapan dengan nama rakyat yang dimaksud berhak mendapat informasi yang mana jujur dan juga akurat, setiap individu memiliki tanggung jawab untuk memperkuat lalu melindungi kebebasan pers.

Mari berdiri dengan para jurnalis yang digunakan berani menyuarakan kebenaran tanpa takut akan ancaman atau represi. Kebebasan pers adalah kebebasan semua rakyat — untuk mengetahui, memahami, serta berpikir dengan bebas.

Artikel ini disadur dari 10 kasus ancaman terhadap pers di dunia

banner 300x250
banner 468x60

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *