Penelitian Terbaru Adu Chatbot GPT Vs Dokter, Hasilnya Tidak Diduga

Penelitian Terbaru Adu Asisten virtual GPT Vs Dokter, Hasilnya Tidak Diduga
banner 468x60

Jakarta – Pengguna ChatGTP makin rutin memanfaatkan robot berteknologi kecerdasan buatan (AI) yang disebutkan untuk mendiagnosis sendiri kesulitan kesehatan. Namun, penelitian terbaru mengungkapkan risiko besar yang mana muncul di pengaplikasian ChatGPT sebagai substitusi kunjungan ke dokter.

Berdasarkan survei Fierce Healthcare, satu dari enam warga Amerika Serikat dewasa mengaku menggunakan chatbot seperti ChatGPT tiap bulan untuk mencari nasihat persoalan kesehatan. Tren pemanfaatan ChatGPT ini ternyata menyimpan bahaya tersendiri.

Read More
banner 300x250

Riset oleh Oxford menunjukkan bahwa mayoritas pengguna chatbot seperti ChatGPT tidak mengetahui informasi yang digunakan seharusnya diberikan untuk Artificial Intelligence untuk mendapatkan rekomendasi kesegaran terbaik.

“Penelitian mengungkap kesalahan komunikasi dua arah. Mereka yang tersebut menggunakan chatbot tidak dapat mengambil langkah yang mana tambahan baik dibandingkan dengan merek yang mana belaka mengandalkan metode tradisional satu di antaranya mencari di dalam internet atau pertimbangan sendiri,” kata Adam Mahdi dari Oxford Dunia Maya Institute kepada Tech Crunch.

Dalam survei tersebut, peneliti memberikan 1.300 pemukim pada Inggris skenario medis yang dimaksud disiapkan oleh dokter. Partisipan survei kemudian diberikan tugas untuk mengidentifikasi prospek permasalahan keseimbangan juga tindakan yang digunakan harus diambil. Mereka diminta menggunakan beragam metode, di antaranya chatbot dan metode lainnya, termasuk menemui dokter atau pergi ke klinik.

Para partisipan penelitian menggunakan model Kecerdasan Buatan standar seperti ChatGPT, Command R+, kemudian Llama 3 buatan Meta. Menurut ara peneliti, bantuan chatbot malah menyebabkan partisipan penelitian lebih lanjut sulit mengidentifikasi kondisi kesehatan. Bahkan, dia cenderung meremahkan keadaan kesegaran yang mana mereka identifikasi.

Mahdi mengatakan kebanyakan partisipan penelitian luput memberikan detail penting sewaktu bertanya terhadap chatbot atau menerima jawaban yang mana sulit merekan terjemahkan.

“Respons yang mereka itu terima seringkali gabungan antara rekomendasi baik juga buruk. Bot obrolan belum dapat memecahkan kompleksitas interaksi dengan manusia,” kata Mahdi.

Temuan ini dipublikasikan pada berada dalam perlombaan para perusahaan teknologi menawarkan teknologi Kecerdasan Buatan untuk solusi kesehatan. Apple dikabarkan mengembangkan perangkat Kecerdasan Buatan untuk memberikan nasihat mengenai olahraga, diet, hingga tidur. Amazon bahkan mengembangkan Teknologi AI untuk analisis database kesehatan. Adapun, Microsoft mengembangkan Teknologi AI untuk membantu tenaga kesejahteraan pada proses triase (mengelompokkan) pasien.

Namun sampai ketika ini, tenaga kesehatan serta pasien masih belum yakin tentang kemampuan Artificial Intelligence untuk aplikasi mobile berisiko tinggi. Asosiasi Tenaga Aspek Kesehatan Negeri Paman Sam tiada merekomendasikan dokter menggunakan chatbot dalam mengambil keputusan.

“Kami merekomendasikan mengandalkan informasi yang tersebut dapat dipercaya untuk mengambil tindakan kesehatan. Chatbot harus diuji di dalam bola nyata sebelum dikerahkan,” kata Mahdi.

Next Article ChatGPT Down Usai Perilisan dalam iPhone, Penciptanya Cari Cara Perbaiki

Artikel ini disadur dari Penelitian Terbaru Adu ChatGPT Vs Dokter, Hasilnya Tidak Diduga

banner 300x250
banner 468x60

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *